Minggu, 22 Januari 2017

PERMASALAHAN INTEGRASI DI NEGARA ASEAN

Integrasi Nasional adalah merupakan masalah yang dialami oleh semua negara atau nation yang ada di dunia, yang berbeda adalah bentuk permasalahan yang dihadapinya. Menghadapi masalah integrasi ini sebenarnya tidak memiliki kunci yang pasti karena masalah yang dihadapi berbeda dan latar belakang sosio kultular nation state yang berbeda pula. Sehingga masalah integrasi ini cenderung diselesaikan sesuai dengan kondisi negara yang bersangkutan. Ada yang menempuh jalan kekerasan ada yang menempuh strategi politik yang lunak.

A. INDONESIA 

Sejak awal abad ke-20, struktur masyarakat Indonesia yang masih ke sukuan mulai tergugat karena munculnya ide nasionalisme dan integrasi dari sekelompok elit Nusantara (Marzali, 2009). Wacana tentang perwujudan integrasi nasional di Indonesia telah banyak dibahas dan dicanangkan oleh berbagai pihak termasuk pemerintah dan institusi-institusi yang terkait. Perwujudan integrasi nasional ini menjadi penting karena pada dasarnya, dalam pembangunan nasional dibutuhkan gerak yang searah dari berbagai pihak dalam sebuah negara untuk mencapai tujuan-tujuan yang mengarah mada kesejahteraan dan ketentraman masyarakat. Masalah-masalah etnik yang masih banyak terjadi di Indonesia ini menjadi tantangan dan ancaman tersendiri bagi terciptanya integrasi nasional bangsa ini. Berdasarkan gambaran dari J.S Furnival (dalam Suparlan, 2005), masyarakat majemuk Indonesia cenderung tidak menjadi satu dan tidak merasa satu, mereka memiliki tradisi kultural sendiri dan memiliki interaksi yang sangat terbatas dengan kelompok suku lain. Lalu apakah ini hanya di diamkan saja? Pada dasarnya, perbedaan budaya, cara pandang, dan adat istiadat harus disinergikan satu sama lain, membangun rasa kebersamaan dalam suatu wilayah, dengan melepaskan simbol-simbol primordial dari komunitas adat, agar tercapai sebuah integrasi nasional yang telah dicita-citakan sejak Indonesia belum merdeka. Makalah ini berupaya mengaitkan berbagai jenis masalah yang terdapat dalam pemicu menjadi satu kesatuan, yaitu seputar ancaman mengenai terwujudnya integrasi nasional Indonesia, masalah komunitas/masyarakat adat yang terjadi di Indonesia, bagaimana cara menyikapi, mengatasi dan mencegahnya, termasuk juga langkah konstruktif pemerintah dalam mengatasi berbagai permasahan ini dan mengembangkan kegiatan budaya (kearifan lokal), yang saya rangkum dalam judul “Problematika Integrasi Nasional dan Masyarakat Adat di Indonesia”. 


B. MALAYSIA

   1. INTEGRASI ANTARA KAUM DIMALAYSIA: PERSPEKTIF SEJARAH,KELUARGA,        PENDIDIKAN DAN AGAMA


Kajian berkaitan dengan integrasi kaum di Malaysia agak kompleks. Inikerana, sosio politik setiap kaum bersifat perkauman. Agen-agen seperti sejarah,pendidikan, media, parti politik dan pertubuhan bukan kerajaan amat kuatmencengkam budaya politik setiap kaum. Ini semua sangat berkait rapat denganagenda kolonial British. Akhirnya, lahirlah setiap bangsa yang memperjuangkankepentingan masing-masing. Bukti-bukti ini diperolehi melalui tinjauan yang dibuat keatas kajian-kajian sebelum ini. Keadaan tidak banyak berubah sehingga ke hari ini.Kajian ini bertujuan menilai sejauh mana pengaruh agen sosio politik seperti sejarah,institusi keluarga dan pendidikan yang dilalui meninggalkan kesan terhadap hubunganantara kaum. Hasil kajian menunjukkan sosio-politik perkauman melahirkan sentimenperkauman yang tinggi. Integrasi masih lagi samar. Realitinya, sentimen perkaumanmasih kuat mencengkam budaya politik masyarakat berbilang kaum.

     2. KELUARGA DAN INSTITUSI PENDIDIKAN PERKAUMAN

Hyman (1959), Almond dan Verba (1963), Dawson dan Prewitt (1969), Dowse dan Hughes(1972), Dennis (1973) dan Kavanagh (1987) meletakkan agen keluarga dan sekolah adalahyang paling dominan dalam proses sosialisasi politik. Almond dan Verba (1984) amatmenekankan peri pentingnya peranan keluarga pada zaman kanak-kanak sebagai pembentukan sikap politik dan tingkah laku politik yang paling utama sebelum seseorang itumeningkat dewasa. Semua perkara yang dilalui ini akan diperturunkan dari satu generasi kesatu generasi (Langton 1969). Neena Sharma (1985) turut menyokong kenyataan ini.Pengaruh keluarga amat dominan dalam sosialisasi politik, dengan tidak menafikan pengaruhagen-agen lain seperti sekolah, media massa, rakan sebaya, parti politik dan sebagainya turutmenyumbang kepada proses ini. Sebelum Neena Sharma, pemikir lain seperti Wilson, Plato,Confucius, Bodin, Filmer, dan Locke bersependapat pekanak adalah terjemahan kepada perlakuan dan pemikiran apabila menjadi dewasa (Wilson1974)


3. THAILAND



Wilayah Patani pada awalnya mencakup suatu wilayah kesultanan yang cukup luas, Patani yang dimaksud merujuk pada sebuah Negeri Patani Besar (Patani Raya) meliputi wilayahwilayah Narathiwat (Teluban), Yala (Jalor) dan sebagian Senggora (Songkhla, daerah-daerah Sebayor dan Tibor) bahkan Kelantan, Kuala Trengganu dan Pethalung (Petaling). Dengan cakupan wilayah yang cukup luas tersebut Patani pada awalnya memiliki sejarah perdagangan dan ideologi ke-Islaman cukup panjang yang dapat dimaknai sebagai suatu wilayah geografis maupun ideologis Melayu Muslim dengan karakter berbeda. Wilayah Patani dahulunya adalah kerajaan Semi-Independent Melayu yang merupakan bagian kerajaan Siam dari Sukhothai dan Ayutthaya. Setelah Ayuthaya runtuh tahun 1767 Patani memperoleh kemerdekaan yang penuh, namun kemudian di bawah Raja Rama menjadi bagian dari Thailand lagi. Di tahun 1909, tejadi anexsasi oleh Kerajaan Siam sebagai bagian 2 dari suatu perjanjian pembagian wilayah dengan pihak Kerajaan Inggris. Wilayah kekuasaan seperti Yala dan Narathiwat pada mulanya bagian dari Patani, tetapi batal dipersatukan dan menjadi provinsi tersendiri. Semenjak periode tersebut kemunculan pemberontakan anti Siam mengawali kehadirannya, dan dalam beberapa kejadian perseteruan adakalanya mengakibatkan kekerasan1 . Topik tulisan di bawah ini akan berusaha menguraikan bagaimana proses sejarah integrasi wilayah Patani ke dalam wilayah Thailand diawali oleh kisah kerajaan yang merdeka menjadi sebuah wilayah subordinat Thailand. Perspektif kesejarahan akan dilihat untuk mengenali akar persoalan yang terjadi. Selain itu akan dilihat bagaimana perkembangan Patani setelah memasuki fase integrasi dengan masyarakat Thailand. Gambaran tersebut diharapkan dapat menghantarkan sebuah deskripsi mengenai perubahan identitas Muslim di Thailand melalui dinamika masyarakat Patani saat menghadapi lingkungan masyarakat yang lebih besar “dominasi nasional” negara Thailand.


4. VIETNAM

“Integrasi internasional adalah gugusan kata yang sering diungkapkan orang desawa ini. Berada dalam kecenderungan itu, kebudayaan Vietnam juga sedang selangkah demi selangkah melakukan integrasi internasional, berbaur pada arus kebudayaan dunia. Bagaimana perubahan kebudayaan Vietnam, bagaimana integrasinya juga menjadi masalah yang dibahas oleh  para pakar Vietnamologi baik domestik maupun peneliti kebudayaan dunia dalam lokakarya internasional ke-4 tentang Vietnamologi yang baru saja berlangsung di kota Hanoi. 

Ketika berbahas tentang kebudayaan pada periode integrasi, Profesor, Doktor Pham Duc Duong, Kepala Institut Penelitian Kebudayaan Ketimuran mengatakan: “Dulu, bagi Vietnam, dalam seluruh sejarahnya, kebudayaan tetap berada di depan, karena kebudayaan itu memutuskan masalah orang Vietnam mempertahankan Tanah Air untuk membangun Tanah Air. Dewasa ini, kita telah mengalami perkembangan secara modern, tapi kebudayaan tetap memainkan peranan fundasi spirituil bagi perkembangan itu. Ketika membangun Tanah Air dengan ilmu pengetahuan-teknologi dan mekanisme pasar, maka kita harus sangat memperhatikan posisi kebudayaan. Dalam perkembangan yang berkesinambungan dan integrasi global, saya pikir bahwa peranan kebudayaan adalah tenaga pendorong sekaligus merupakan adalah  akomodasi fundasi bagi perkembangan Vietnam. Dan justru itulah baru merupakan perkembangan yang berkesinambungan”.

54 etnis sesaudara di daerah yang berhuruf S telah memberikan keanekaragaman budaya bagi Vietnam. Setiap etnis dan setiap daerah punya satu ciri budaya yang khas dan inilah yang telah menciptakan daya tarik dari kebudayaan Vietnam terhadap banyak peneliti di banyak negeri di dunia. Dengan cara melakukan penelitian dan survei dari orang asing, kebudayaan Vietnam semakin menjadi multi dimensi dengan sudut pandang mereka. Doktor Lukas Parker, dosen Universitas RMIT kota Ho Chi Minh yang datang di Vietnam pada tahun 2008 yang pernah menyambut beberapa kali Hari Raya Tahun Baru Tradisional Imlek Vietnam (Hari Raya Tet) mengatakan: “Saya memilih penelitian tentang Hari Raya Tet Vietnam, karena ketika baru datang ke negara Anda, saya percaya bahwa melalui penelitian tentang Hari Raya Tet, saya bisa mencari tahu tentang bermacam-macam aspek dari kebudayaan dan masyarakat Vietnam. Ketika melakukan penelitian tentang Hari Raya Tet Vietnam ada banyak masalah,dimana Anda bisa memperluasnya ke banyak  segi lain dalam kehidupan orang Vietnam. Salah satu penelitian saya tentang Hari Raya Tet Vietnam ialah adat “sedekah desa” yang berlangsung di kota Ho Chi Minh”.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar